Seperti Apa Perspektif Posmodernisme?

Pandangan Posmodernisme dalam Membaca Relasi antara Power dan Knowledge

Bagi para pemikir ilmu sosial dan politik, memahami tentang bagaimana pandangan posmodernisme adalah hal yang penting. Posmodernisme ini merupakan sebuah aliran pemikiran yang termasuk di dalam postpositivisme. 

Para pemikir beraliran post-positivisme ini terutama berusaha untuk menguraikan adanya keterkaitan erat yang terjadi antara power dan knowledge atau kekuasaan dan pengetahuan yang terbentuk dalam masyarakat. 

Post-positivisme memandang bahwa kacamata yang digunakan untuk memandang interaksi antara power dan knowledge yang selama ini diyakini oleh para pemikir ortodoks, harus dibenahi.

Pandangan post-positivisme

Post-postitivisme merupakan suatu pandangan yang bersifat non-general, subjektif dan tidak percaya terhadap teori. Dalam pandangan post-positivisme, realitas hanya terdapat di dalam ide. Sementara itu, problematik juga memiliki batas pemahaman yang dipengaruhi oleh kultur atau cara pandangan.

Untuk memahami suatu ide tersebut, para pemikir beraliran post-positivis mengandalkan interpretasi dengan jalan menelusuri realitas sosial tempat problematikan tersebut berkembang. Pemikiran seperti inilah yang menjadi acuan umum para pemikir teori kritis, post-strukturalisme dan juga posmodernisme.

Ide pokok posmodernisme

Posmodernisme menolak adanya asumsi – asumis enlightenment seperti yang diungkapkan oleh Kant, maupun konsepsi science seperti yang diungkapkan Waltz. Gagasan mengenai kebenaran yang bersifat onbektif pada dasarnya tidak ada. Selama ini, modernisme dilihat sebagai ‘belenggu konseptual’.

Posmodernisme menolak gagasan para pemikir positivis bahwa ilmu sosial bersifat netral. Pandangannya, ilmu sosial tidak netral tetapi bersifat historis, kultural, politis dan bias serta tidak ada sudut pandang yang independen.

Teori empiris hanyalah mitos karena tidak ada kenyataan yang objektif. Semua yang menyangkut makhluk hidup bersifat subjektif. Begitupula dengan pengetahuan dan kekuasaan yang pada dasarnya saling berkaitan erat karena pengetahuan tidak kebal dari pengaruh kekuasaan (Smith 1997: 181).


Relasi antara kekuasaan dan pengetahuan dalam kacamata posmodernisme

Posmodernisme meyakini akan adanya keterkaitan antara kekuasaan (power) dan pengetahuan (knowledge). Relasi antara kedua hal inilah yang kemudian dipertanyakan oleh kaum posmodernisme. Sifatnya yang dekonstruksi inilah yang mendorong munculnya pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui atau memahami sesuatu yang bias tentang interaksi kekuasaan dan pengetahuan ini.

Sebelum pemikiran postmodernis berkembang, kerangka ilmiah ortodoks menegaskan bahwa knowledge dipandang harus terpisahkan dari pengaruh power. Sudah mejadi keharusan bila berbagai studi keilmuan menahan diri dari keterpengaruhan terhadap kepentingan, nilai serta kekuasaan sehingga pengetahuan yang dihasilkan menjadi objektif. Sederhananya, pengetahuan harus bersih dari berbagai pengaruh eksternal dan murni didasari hanya dari human reasoning.

Pandangan yang berkembang dalam studi-studi ortodoks inilah yang kemudian ditentang oleh studi posmodernisme. Posmodernisme mengajukan pandangan barunya bahwa relasi antara power dan knowledge ini sebetulnya tidak terpisahkan. 

Yang terjadi adalah power memproduksi knowledge melalui interaksi antara operations of power melalui modes of intepretation. Dari sini, tugas ilmuwan berikutnya adalah mengamati bagaimana interaksi tersebut berlangsung dan bagaimana suatu power kemudian memproduksi knowledge yang sesuai dengan kebutuhannya.


Contoh interaksi power dan knowledge dalam kacamata posmodernisme

Interaksi antara power dan knowledge ini dapat pula dipahami melalui sebuah contoh nyata pada konsep ‘penjara’. Pada dasarnya, kekuasaan yang berkuasa membutuhkan ‘alat’ untuk menghukum perilaku yang ‘menyimpang’ dari berbagai norma sosial dan hukum yang diberlakukannya. 

Kebutuhan akan ‘alat’ penghukuman ini kemudian bertemu dengan konsepsi dan pengetahuan mengenai ‘manusia’, tentang apa yang ia butuhkan, inginkan dan apa yang berharga baginya. Dari rangkaian pengetahuan manusia inilah kemudian dimunculkan institusi ‘penjara’ oleh kekuasaan tersebut. 

Institusi penjara menjadi sebuah ‘alat’ yang dianggap benar (oleh kekuasaan) untuk menghukum ‘orang-orang yang dianggap menyimpang’, yakni dengan jalan merampas ‘kebebasan’ mereka. Dari titik inilah, posmodernisme mulai masuk untuk memahami bagaimana kekuasaan berinteraksi dengan pengetahuan sehingga kemudian dapat melahirkan penjara. 

Dengan kata lain, posmodernisme berusaha meneliti tentang another sets of power and knowledge yang melahirkan another sets of mechanism of punishment, instead of a prison.




Relasi antara kekuasaan dan pengetahuan

Pemikiran posmodernisme ini berkembang cukup pesat dan mendapat banyak dukungan. Para pemikir postmodernis telah memberikan sumbangan yang banyak terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dengan mempertanyakan kembali berbagai konsep yang selama ini diterima sebagai seusatu yang bebas dari kekuasaan.

Konsep pengetahuan yang ada bukanlah sesuatu yang given; absolut serta tidak dapat dipertanyakan lantaran telah menjadi nature dari interaksi hubungan internasional. Salah satu sumbangsih adalah tentang pemikiran ulangnya mengenai konsep kedaulatan negara yang sebenarnya diciptakan oleh pihak yang berkuasa untuk melayani kepentingannya.

Analisa posmodernisme ini dapat dipraktekkan dalam aneka relasi antara kekuasaan dan pengetahuan. Untuk melakukannya dapat digunakan beberapa pisau analitik meliputi genealogy, dekonstruksi, serta double reading.


Genealogy untuk analisa posmodernisme

Genealogy merupakan sebuah gaya pemikiran historis yang memikirkan serta membuka interaksi antara power dengan knowledge. Pandangan genealogy mencoba untuk menyejarahkan konsep-konsep yang selama ini dipandang beyond history

Perspektif genealogy memandang bahwa sejarah bukan merupakan pengungkapan terhadap fakta dan kebenaran. Lebih dari itu, sejarah justru menjadi cerminan dari proses yang saling mendominasi sekaligus menegaskan adanya interaksi antara power dan knowledge

Artinya, sejarah bukanlah sesuatu yang tunggal. Sejarah yang kita diketahui dan diyakini sebagai kebenaran ini sebetulnya memiliki interpretasi dan versi yang bervariasi. Inilah yang kemudian menjadi tugas seorang genealogis agar dapat mengungkap tentang bagaimana sebuah versi diangkat menjadi ‘sejarah yang resmi’. 

Dapat dikatakan bahwa dalam perspektif genealogi, there is no truth; only competing perspectives andregimes of truth’. 

Baca juga: Ide Ide dalam Teori Gerakan Sosial


Dekonstruksi untuk analisa posmodernisme

Dekonstruksi merupakan sebuah cara yang digunakan untuk membongkar suatu konsep yang telah ‘mapan’ dan dianggap given. Perspektif dekonstruksi melihat bahwa setiap konsep memiliki konsep pasangan, dan hubungan di antara keduanya bersifat hirarkis (salah satu ‘lebih tinggi’ atau ‘lebih baik’ dari yang lain). 

Dari titik ini, dekonstruksi kemudian mencoba membongkar kembali konsep dan interaksi antara konsep tersebut. Tujuannya adalah untuk menunjukkan efek dan ‘harga yang harus dibayar’ untuk ‘mempromosikan’ serta mempertahankan konsep yang selama ini diunggulkan tersebut. Dekonstruksi terhadap teori menjadi sebuah ‘narasi’ dan ‘meta narasi’ untuk mengetahui bias yang ada di dalamnya.

Double-reading untuk analisa posmodernisme

Double reading adalah sebuah cara yang digunakan untuk melakukan dekonstruksi terhadap sebuah teks atau wacana. Double-reading secara sederhana memang dipahami sebagai dua kali pembacaan terhadap sebuah wacana. 

Pada pembacaan pertama, dilakukan dengan pembacaan ‘normal’. Pembacaan normal ini mencoba untuk menyelami maksud penulis yang terkandung di dalam sebuah wacana atau teks. Pembacaan yang pertama ini, kita mencoba untuk menemukan ‘regime of truth’ yang hendak dibangun oleh penulis.

Pada pembacaan kedua, yang dilakukan adalah counter-memorialising reading. Tujuannya adalah untuk mencari kelemahan pada setiap teks, serta untuk mengungkap ketegangan antar-konsep yang terjalin di dalam suatu teks. 


Melalui pembacaan kedua ini maka kita dapat mengungkapkan bahwa ‘regime of truth’ yang dibangun dalam wacana tersebut sebenarnya dapat dibongkar dan digantikan dengan ‘regime of truth’ lain, apabila konsep dasarnya diganti dengan konsep ‘lawan’, atau sebuah konsep inferior dalam hubungan hirarkis mereka.


Kesimpulan konsep kunci dalam posmodernisme

  • Pengetahuan adalah suatu hal yang tidak bebas nilai, karena terdapat relasi kuat antara power dan knowledge
  • Ilmu sosial tidak netral tetapi bersifat historis, kultural, politis dan bias 
  • Tidak ada sudut pandang yang bersifat independen 
  • Interaksi antara power yang berbeda dan knowledge yang berbeda, menghasilkan konsep dan institusi yang berbeda pula. 
  • Posmodernisme mempertanyakan interaksi antara power dan knowledge yang membentuk suatu institusi, mengenai bagaimana, kenapa dan apa untungnya. 
  • Institusi yang muncul dari relasi power/knowledge pada akhirnya menghasilkan institusi-institusi baru yang juga bertujuan untuk memperkuat relasi power/knowledge yang telah ada (regenerate). 
  • Perspektif posmodernisme dalam memandang relasi power dan knowledge, dapat dilakukan melalui tiga pisau analitik, meliputi : 
  1. Genealogy 
  2. Dekonstruksi 
  3. Double-reading 


  • Kritik terhadap posmodernisme adalah nihilism. Artinya, perspektif ini tidak menyediakan ‘kebenaran yang hakiki’. Klaim bahwa sesuatu adalah kebenaran yang hakiki, akan menjebak posmodernisme pada sikap-sikap studi ortodoks, yang merupakan sesuatu yang mereka lawan.