Sistem Tanam Paksa

Sistem tanam paksa merupakan suatu strategi yang diterapkan pemerintah kolonial untuk mendapatkan pendapatan dari indonesia dalam waktu singkat.

Adapun tanaman yang diperbolehkan ditanam ditentukan oleh pemerintah kolonial, yaitu tanaman yang berkualitas ekspor dan juga dapat dijual ke pasar internasional.

Berikut pokok-pokok sistem tanam paksa :
  • Rakyat wajib menyediakan seperlima dari lahan yang digarap agar bisa ditanami tanaman wajib, yakni tanaman yang berkualitas ekspor
  • Lahan yang digunakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pajak tanah
  • Hasil dari tanaman wajib diserahkan pemerintah. Sedangkan, setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak akan dikembalikan ke rakyat
  • Tenaga dan waktu yang digunakan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu dalam menggarap tanaman padi
  • Bagi yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah
  • Kegagalan tanaman wajib akan menjadi tanggung jawab pemerintah
  • Pengawasan tanam paksa secara langsung dilakukan oleh penguasa pribumi, sedangkan para pegawai belanda hanya mengawasi secara umum


Jika dilihat dari isi aturannya, sistem tanam paksa mungkin tidak memberatkan rakyat. Sistem ini lebih ringan dari wajib tanam sebelumnya, misalnya seperti verplichte leverantien dan Preanger-stelsel.

Disisi lain sistem tanam paksa membuat rakyat mengenal banyak tanaman yang memiliki daya jual di pasar internasional.


Baca juga: Perang Aceh (1873 - 1904)

Namun, pada kenyataannya dalam pelaksaan sistem tanam paksa memberatkan rakyat. Beban yang ditanggung rakyat jauh lebih besar dibandingkan beban yang ada diaturan. 

Artinya, ada penyimpangan dari sistem tanam paksa tersebut. Berikut penyimpangan-penyimpangan dari sistem tanam paksa :


  • Rakyat lebih memusatkan perhatian untuk menanam tanaman ekspor sehingga tidak sempat menggarap sawah dan juga ladang.
  • Rakyat yang tidak memiliki tanah bekerja melebihi dari waktu yang telah ditentukan.
  • Jatah tanah yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor melebihi dari seperlima lahan yang ditentukan. Tidak hanya itu saja, karena tanaman tersebut harus ditanam di tanah yang subur. Sehingga, padi dan tanaman bukan ekspor hanya bisa ditanam di tanah yang tidak subur.
  • Lahan tanam paksa tetap dikenakan pajak tanah oleh pemerintah.
  • Kelebihan hasil panen dari jumlah pajak tidak dibayarkan kembali kepada rakyat.
  • Kegagalan panen tetap menjadi tanggung jawab rakyat.

Penyimpangan tersebut disebabkan adanya peraturan Cultuur-procenten (hadiah tanaman). Poin penting dari peraturan tersebut adalah bahwa pengawas akan mendapat imbalan dari setoran hasil tanam paksa. 

Hal tersebut berakibat, para pengawas berusaha menyetorkan hasil tanam paksa dengan memeras rakyat. Ironisnya, pemerasaan tersebut dilakukan oleh penguasa pribumi yang melakukan pengawasan secara langsung.

Referensi :
Matroji, Ips Sejarah untuk SLTP Kelas 2, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000