Perang Aceh (1873 – 1904)

Terjadinya Perang Aceh dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Yang pertama (1) adalah karena adanya Traktat London (1824) yang isinya menjamin kemerdekaan dan kedaulatan Aceh. 

Namun, karena adanya pembajakan terhadap kapal-kapal Eropa, maka pemerintahan colonial pin lalu melancarkan agresinya ke wilayah Aceh. Belanda kemudian menguasai satu per satu wilayah kekuasaan Aceh yang ada di Sumatera Utara.

(2) Dibukanya teruzan Suez juga turut mendorong perang Aceh. Terusan Zues mendorong semakin terbukanya perdagangan internasional dan menempatkan Aceh menjadi kawasan yang strategis. Ambisi Belanda pun semakin tinggi untuk dapat menguasai Aceh.

(3) Traktat Sumatera yang ditandatangani oleh Inggris dan Belanda pada tanggal 2 November terus membuat Aceh terdesak. 

Traktat ini semakin memperluas kebebasan Belanda untuk memperluas kekuasaannya di Aceh, sementara Inggris dapat berdagang di wilayah Siak.

(4) Rakyat Aceh merasa tidak puas dengan adanya Traktat Sumatera. Untuk menanggapinya, Aceh pun bersiap untuk berperang. 

Persiapan ini dilakukan dengan meminta bantuan ke Turki, Italia dan Amerika Serikat, meskipun pada akhirnya Aceh gagal memperoleh dukungan.

(5) Pemerintah kolonial meminta Aceh untuk mengakui kedaulatan pemerintahan kolonial di Aceh, melalui ultimatum yang diberikan oleh F.N. Nieuwenhuysem. Namun, Aceh menolak ultimatum tersebut, yang berakibat pada perang. 

Pemerintah kolonial kemudian mengumumkan perang kepada Aceh, 4 hari setelah Aceh menolak ultimatum. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi tanda dimulainya Perang Aceh.

Baca juga: Sejarah Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia


Tokoh Perlawanan Perang Aceh

  • Panglima Polim
  • Teuku Cik Ditiro
  • Cut Nyak Dien
  • Teuku Ibrahim
  • Teuku Umar
  • Teuku Imam Leungbata




Kronologi Perang Aceh

Perang Aceh berlangsung cukup lama, yakni hingga 31 tahun. Rakyat Aceh secara fanatik mendukung perjuangan dalam perang ini, karena mereka beranggapan bahwa perang ini adalah perang membela agama dan bukan hanya untuk kerajaan.

Rakyat Aceh harus menghadapi perjuangan yang berat. Pusat pertahanan Aceh di Masjid Raya Baiturahman, pada tanggal 14 April 1873 berhasil direbut oleh Belanda. 

Karenanya, rakyat Aceh terpaksa mundur dan memindahkan pusat kekuasaannya ke istana Sultan Aceh di Kutaraja. 

Pasukan Belanda kembali menyerang di Kutaraja lima hari kemudian, namun kali ini, pasukan Aceh dapat menahan serangan pasukan Belanda. Pasukan Aceh kemudian berhasil merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman dan memukul mundur Belanda.

Menjelas akhir tahun 1877, istana Kutaraja berhasi direbut oleh pasukan Belanda. Istana ini kemudian menjadi basis militer Belanda. 

Belanda melancarkan serangan ke seluruh penjuru Aceh melalui basis militernya ini. Semetara itu, pasukan Aceh harus melakukan perlawanan secara bergerilya. Perlawanan gerilya rakyat Aceh ini sangat tangguh sehingga membuat Belanda tidak mampu memukul mundur rakyat Aceh. 

Namun, sejak tahun 1898, kedudukan rakyat Aceh semakin terdesak. Para pejuang Aceh berturut-turut gugur dan tertangkap hingga akhirnya penangkapan Cut Nyak Dien menandai berakhirnya Perang Aceh.

Referensi :
Matroji, Ips Sejarah untuk SLTP Kelas 2, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2000