Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam KUH Perdata
Di dalam pasal 1457 KUH Perdata, disebutkan bahwa jual beli
merupakan suatu bentuk persetujuan yang dilakukan para pihak dengan pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, sementara pihak satu
lainnya untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
Jadi, bisa dikatakan bahwa pengertian jual - beli menurut
KUHPerd adalah suatu perjanjian bertimbal balik yang mana pihak yang satu (penjual)
berjanji untuk menyerahkan hak miliknya atas suatu barang, sedangkan pihak
lainnya (pembeli) untuk membayarkan harga yang terdiri dari sejumlah uang
sebagai bentuk imbalan dari perolehan hak milik tersebut (Subekti, 1995: 1)

Di dalam perjanjian jual-beli yang dijelaskan menurut KUHPerd
ditentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu. Atau setidaknya, obyek
tersebut dapat ditentukan wujud dan jumlahnya ketika hendak diserahkan hak
milik atas atas barang tersebut kepada pihak pembeli.
Sederhananya, pada saat terjadi perjanjian jual-beli, maka
akan ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing - masing pihak yang
terlibat dalam perjanjian tersebut. Pihak penjual mau pun pembeli, memiliki hak
dan kewajibannya sendiri yang harus dipenuhi.
Hak dan Kewajiban Penjual
Bagi penjual, terdapat dua kewajiban utama yang harus
dipenuhi. Kewajiban utama penjual dalam perjanjian jual beli yaitu menyerahkan
hak milik atas barang, sekaligus menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut
dan juga menanggung cacat tersembunyi.
Sebaliknya, pihak pembeli mempunyai hak atas pembayaran
harga barang, hak untuk menyatakan pembatalan berdasarkan pasal 1518 KUHPerd serta
hak reklame.
Hak dan Kewajiban Pembeli
Dalam hal ini, pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar
harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas
barang yang dibelinya. Pembayaran harga ini dilakukan sesuai dengan waktu dan
tempat yang ditetapkan dalam perjanjian.
Harga yang dibayarkan pembeli harus berupa uang. Meski
mengenai ketetapan ini tidak ditetapkan dalam undang -undang, akan tetapi dalam
istilah jual- beli sudah termaktub pengertian yang umum, bahwa di satu pihak
ada barang dan di lain pihak ada uang (Subekti, 1995: 21).
Ketentuan Lain
Apabila penjual tidak terikat untuk menyerahkan barang - barang
pada tempat yang ditentukan, maka ia berkewajiban untuk menyerahkan barang - barang
kepada pengangkut pertama agar barang -barang tersebut dapat diserahkan kepada
pihak pembeli (pasal 31 sub a).
Selain itu, penjual harus menyerahkan barang - barang pada
tanggal yang ditentukan, serta dalam jangka waktu yang ditentukan, untuk jangka
waktu yang wajar (reasonable) setelah pembuatan kontrak (pasal 33).
Menurut Pitlo (1988: 55) dalam perjanjian ini dapat terjadi wanprestasi
apabila pihak debitor mempunyai kesalahan. Kesalahan tersebut misalnya berupa
adanya unsur kealpaan atau kesengajaan. Kesengajaan terjadi apabila debitor
dalam kondisi tahu dan mau, untuk tidak memenuhi kewajibannya.
Kealpaan terjadi ketika debitor dapat mencegah penyebab dari
tidak terjadinya prestasi namun tidak dilakukan. Jika hal ini terjadi, debitor
dapat disalahkan karena tidak mencegahnya.
Demikian demikian, seseorang dapat dinyatakan melakukan
wanprestasi apabila yang bersangkutan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya untuk
memenuhi prestasi dan tidak terlaksananya kewajiban tersebut disebabkan oleh
kelalaian atau kesengajaan.
Menurut Van Dume (1989: 31), apabila terjadi wanprestasi,
maka pihak kreditor yang dirugikan dari adanya perikatan timbal - balik ini
memiliki beberapa pilihan yang mungkin dilakukan atas berbagai macam kemungkinan
tuntutan. Pilihan yang mungkin dilakukan yaitu:
- menuntut prestasi saja;
- menuntut prestasi dan ganti rugi;
- menuntut ganti rugi saja;
- menuntut pembatalan perjanjian;
- menuntut pembatalan perjanjian dan ganti rugi.
Hak yang dimiliki pihak krediter tersebut dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan bagi pihak kreditor, agar dapat mempertahankan kepentingannya
terhadap debitor yang tidak jujur. Namun, meski demikian, hukum juga tetap memperhatikan
dan memberikan perlindungan bagi pihak debitor yang tidak memenuhi
kewajibannya, selama hal tersebut terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Menurut Subekti (1985: 55), seorang debitor yang dinyatakan
melakukan wanprestasi masih dimungkinkan untuk melakukan pembelaan. Hak
pembelaan dari debitor yang dinyatakan wanprestasi, berupa:
- mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa;
- mengajukan bahwa kreditor sendiri juga telah lalai;
- mengajukan bahwa kreditor telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.
Dalam poin pertama, disebutkan bila terdapat keadaan
memaksa. Keadaan memaksa ini terdapat ketentuan tersendiri sesuai yang dimaksud
dalam KUH Perdata. Keadaan memaksa yang dimaksud dapat ditemui dalam pasal 1244
dan 1245 KUH Perdata.
Dalam kedua pasal tersebut, dibaut dengan maksud untuk
melindungi pihak debitor yang telah beritikad baik dalam upaya memenuhi
kewajibannya.
Akan tetapi, Pitlo (1988: 65) menegaskan bahwa apabila
debitor telah melakukan wanprestasi, maka debitor tidak dapat lagi membebaskan
diri dengan alasan dalam keadaan memaksa yang terjadi setelah debitor melakukan
ingkar janji.
Halangan debitor untuk dapat melaksanakan perjanjian yang disebabkan
keadaan memaksa secara teoritis dapat dibedakan antara keadaan memaksa mutlak
dan tidak mutlak.