Beberapa Model Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas

Dalam pendekatan pembelajaran, terdapat alternatif model pembelajaran yang dapat dilakukan. Pada intinya, model pembelajaran tersebut haruslah mampu menimbulkan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan siswa secara lebih aktif. 

Suasana belajar yang menyenangkan ini berkaitan erat dengan pendekatan Joyful Learning yang sangat dianjurkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Safri HS, 2005). Beberapa model pembelajaran yang dapat mendukung pendekatan pembelajaran bagi Penelitian Tindakan Kelas, antara lain adalah:


1. Diskusi



Diskusi memiliki arti penting dalam mengembangkan pemahaman. Ini karena diskusi merupakan konsep yang mengkondisikan siswa untuk menggunakan konsep yang mereka pelajari untuk kemudian mengubahnya menjadi bentuk ekspresi yang cukup menyenangkan bagi siswa. Yang perlu diperhatikan adalah kegiatan diskusi harus dilakukan dalam suasana menyenangkan. 

Kegiatan diskusi yang menyenangkan dapat terpenuhi melalui beberapa hal, seperti (a) Pengelompokan arti istilah dan pernyataan, (b) Mengadakan pemahaman bersama dalam suatu kelompok, (c) Berbagi pengetahuan dan pengalaman, (d) Membantu siswa memahami informasi baru, (e) Mengidentifikasi berbagai opini dan pandangan, serta (f) Bekerja sama dalam pemecahan masalah. 


2. Penyelidikan Terbimbing



Penyelidikan terbimbing dalam pembelajaran K3LH sangat relevan. Konsep ini selain menyenangkan, juga memberikan peluang bagi siswa untuk meneliti apa yang telah mereka pelajari dan menerapkannya. 

Penyelidikan terbimbing dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya seperti mencari tahu tentang siklus air, mencari tahu faktor yang menyebabkan pencemaran air, atau mencari data kecelakaan kerja dan penyebabnya. 

Penyelidikan terbimbing yang efektif dapat dilakukan dengan mengikuti serangkaian langkah berikut: (a) siswa memilih atau diberi topik yang perlu diselidiki atau diteliti, (b) mengumpulkan informasi yang mereka perlukan, (c) menganalisa informasi yang telah mereka kumpulkan, dan (d) menyajikan laporan tentang temuan-temuan penyelidikan yang telah dilakukan dapat melalui bentuk presentasi di kelas, serangkaian gambar, diagram dan grafik dinding, atau laporan tertulis.


3. Model IODE



Istilah IODE merupakan akronim bahasa Inggris untuk Intake (Penerimaan), Organization (Pengaturan), Demonstration (Peragaan), dan Expression (Pengungkapan). Keempat hal tersebut merupakan bentuk kegiatan siswa pada urutan kegiatan belajar. 

Model tersebut merupakan cara belajar alami dalam memperoleh pengetahuan baru dalam bidang studi dengan proses yang menyenangkan siswa. 

Sebagai contoh, dalam pembelajaran K3LH dapat mengambil topik mengenai upaya yang diperlukan dalam manajemen antisipasi resiko kecelakaan kerja dalam suatu perusahaan. Penerapan dalam pembelajaran di kelas adalah sebagai benkut:


a. Penerimaan (intake). Tahap ini dilakukan dengan mendengarkan informasi pelajaran, melihat foto, membaca koran, majalah dan buku, mendengarkan laporan radio dan menonton laporan TV tentang kecelakaan kerja, serta dapat juga mewawancarai para pelaku usaha dan pekerja terkait pengalaman dan upayanya dalam menghadapi atau pun mengatasi kecelakaan kerja. 


b. Pengaturan (Organize). Selanjutnya, siswa diajak untuk memetakan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan penyebab kecelakaan kerja dan bagaimana kronologi suatu kecelakaan kerja terjadi. Tulis laporan tentang suatu kecelakaan kerja, siapkan grafik dan tabel yang menunjukkan kerugian karena kejadian kecelakaan kerja, gabungkan laporan-laporan koran tentang kejadian kecelakaan kerja yang serupa dan seterusnya. 


c. Peragaan (Demonstrate). Peragaan dapat dilakukan dengan penjelasan potensi faktor kecelakaan kerja dan bagaimana faktor itu menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, menggambarkan hal-hal yang terkena efeknya, serta merangkum pengaruh kecelakaan kerja selanjutnya termasuk upaya pencegahan selanjutnya. 


d. Pengungkapan (Express). Tahap ini dapat dilakukan dengan membuat diagram yang menggambarkan bagaimana efek dari upaya pencegahan kecelakaan kerja, serta menyajikan dalam pembicaraan di kelas tentang upaya tersebut. Hal ini juga dapat dilakukang dengan mengarang cerita atau menulis puisi yang menggambarkan bagaimana pentingnya upaya antisipasi kecelakaan kerja.

Baca juga: Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

4. Model Pemecahan Masalah

Model pemecahan masalah dapat digunakan dalam pendekatan Joyful Learning karena dapat menarik minat siswa untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi seputar lingkungan kerja dan lingkungan hidup. 

Misalnya seperti, mengapa terjadi banjir, mengapa hutan penting bagi kehidupan manusia, mengapa kesehatan kerja penting dan sebagainya. 

Dalam model pemecahan masalah, tahap-tahap yang ada di dalam dapat berbeda-beda sesuai dengan masalah yang bersangkutan. Namun, secara umum, tahapan tersebut dapat diurutkan sebagai berikut:

a. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan pengenalan masalah atau isu yang ada di sekitar siswa. Dalam hal ini siswa dapat dilibatkan untuk mengemukakan masalah-masalah yang mereka lihat dan rasakan, terutama terkait hal yang menarik minat mereka. 

b. Survei Masalah Pertimbangan
Tahap survey merupakan tahap pencarian pertimbangan tentang berbagai sudut pandang dan aspek yang terkait dengan permasalahan. Tahapan ini berguna untuk meningkatkan pengertian tentang masalah tersebut. 

c. Definisi Masalah
Pendefinisian masalah harus dilakukan secara tepat, sehingga dapat membantu siswa untuk menyelesaikan masalah. 

d. Fokus Masalah
Fokus maslaah membantu untuk memberikan batasan pada permasalahan sehingga lebih mudah untuk dibahas. 

Batasan atau fokus masalah perlu dipertimbangkan untuk dipahami karena akan mempengaruhi cara penyelesaian yang akan dilakukan. 

Dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam membantu siswa untuk mengarahkan pada persoalan yang utama. 

e. Analisis Faktor Penyebab.
Tahapan analisis faktor penyebab merupakan tahap penting untuk mengasah pola pemikiran dan pemahaman siswa. 

Analisis harus dilakukan ketika permasalahan telah diketahui dan ditentukan ukurannya. Karena itu, mengembangkan pemahaman siswa tentang masalah itu sebelum melakukan analisis adalah hal yang penting.

f. Pemecahan masalah
Ini adalah tahap utama dari model pembelajaran ini. Siswa dalam hal ini, harus diikutsertakan secara aktif. Siswa harus bisa berfikir secara analitis dan tajam serta berani mengungkapkan pendapatnya. 

Karena ini adalah proses pembelajaran, maka peran guru dalam memberikan pengarahan dan analisis sangat mempengaruhi pola pikir siswa dan juga termasuk suasana kelas.

Baca juga: Pendekatan Joyful Learning untuk Penelitian Tindakan Kelas


5. Kerja Kelompok



Model pembelelajaran ini sering juga dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan kemandirian siswa. Melalui kerja kelompok siswa diberi peluang untuk menentukan tujuan, mengajukan, menyelidiki, menjelaskan konsep, dan juga membahas masalah. 

Kerjasama yang dilakukan siswa dapat merangsang pemikiran untuk berbagi gagasan. Menjadi bagian dalam suatu kelompok dapat menumbuhkan rasa saling memiliki, saling hormat, tanggung jawab, perhatian pada orang lain juga, sikap dan perilaku serta keterbukaan pikiran. 

Hal-hal ini dapat dicapai melalui pembentukan perilaku kelompok yang efektif. Namun, tidak semua materi pembelajaran dapat menggunakan konsep kerja kelompok. Kerja kelompok yang baik memerlukan persiapan yang cermat dan dipakai hanya pada kegiatan tertentu seperti: 


  1. Kegiatan dengan sasaran yang jelas dan yang dapat dilakukan dengan lebih baik oleh suatu kelompok dibandingkan oleh perseorangan. 
  2. Kegiatan dimana semua anggota kelompok yang bersangkutan dapat diberi tugas berguna yang harus dilaksanakan. 
  3. Ketika semua anggota kelompok memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas yang telah diberi kepada mereka.


Karenanya, ketika suatu kegiatan dirasa lebih baik untuk dilakukan secara individu, maka tidak perlu menggunakan kerja kelompok. 

Untuk dapat mengasah kerjasama dan membangun nuansa kerja kelompok yang efektif, kerja kelompok ini dapat dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus. 

Dalam memulai melaksanakan kerja kelompok, ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai acuan di kelas, seperti:


  1. Memulai kerja kelompok secara perlahan. Jaga agar kelompok tetap kecil, atau antara 5 hingga 8 anak. 
  2. Memilih tugas yang sederhana, singkat dan terdefinisi dengan baik, dan mungkin dapat diselesaikan secara sukses oleh seluruh anggota kelompok. 
  3. Mengangkat seorang pemimpin dan seorang pencatat untuk kelompok tersebut atau dapat juga ditentukan sendiri oleh anggota kelompok. Guru dapat menjelaskan tanggung jawab pemimpin, pencatat dan para anggota lain. 
  4. Guru memberikan arahan mengenai bagaimana mendapatkan bahan atau sumber yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang bersangkutan.
  5. Guru harus bersedia memberikan bantuan dan saran tertentu tentang cara untuk melakukan pekerjaan dan cara melaporkan kembali kepada seluruh kelas tentang apa yang dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa laporan kelompok dapat disampaikan kepada seluruh kelas dengan ringkas dan menarik.