Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda Tahun 1817

Menurut Convensi London (1814) Kepulauan Maluku merupakan salah satu wilayah kekuasaan Inggris, yang harus diserahkan kepada Belanda. Pasca penyerahan, pemerintah Belanda segera menunjuk van Middelkoop sebagai Gubernur di kepulauan Maluku.

kapitan pattimura

Kembalinya Belanda ke Maluku menimbulkan kekecewaan sekaligus kemarahan dari rakyat Maluku. Hal tersebut dikarenakan oleh, Belanda diduga akan membebani rakyat dengan berbagai kewajiban yang memberatkan. Hal yang serupa ini memang telah terjadi dimasa kekuasaan VOC. Alasan kedua adalah rakyat takut Belanda akan memonopoli perdagangan.

Karena tidak ingin kembali menderita akibat penguasaan Belanda, maka rakyat Maluku pun bersiap melakukan gerakan perlawanan.

Pada tanggal 9 Mei 1817 rakyat Saparua mengangkat Thomas Matulesi sebagai pemimpin gerakan perlawanan. Thomas Matulesi juga diberikan gelar Pattimura. Pattimura dipilih karena dianggap mempunyai kecakapan bidang militer juga memiliki kemampuan memimpin.

Kemampuan Pattimura atau Thomas Matulesi ini sudah tidak diragukan lagi. Ia memiliki pengalaman yang cukup dalam memimpin pasukan militer. Pada masa pemerintah Inggris di Maluku, Pattimura bekerja di dinas militer. Ia juga memiliki pangkat terakhir sebagai mayor.

Ketika dilaksanakan suatu pertemuan, para pejuang Maluku bertekad untuk merebut Benteng Duurstede dan juga mengusir semua penghuninya. Aksi perlawanan untuk merebut Benteng  Duurstede tersebut dimulai pada 15 Mei 1817. Kala itu, rakyat Maluku melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia – Belanda.

Mulai dari perampasan perahu – perahu pos yang berada di Pelabuhan Porto. Pasca perampasan tersebut mereka mulai menyerang benteng. Di saat itu, banyak serdadu Belanda yang ditangkap dan juga dibunuh. Hal yang sama dialami juga oleh Residen Porto, van den Berg. Saat itu juga. Benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku.

Gubernur Van Middelkoop terkejut mendengar kabar mengenai kejadian tersebut. Ia lalu segera mengirimkan pasukan dari Ambon di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Pasukan ini didaratkan di Saparua pada 20 Mei 1817.

Simak juga: Sejarah Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Akan tetapi, begitu pasukan Belanda mendarat, rakyat Saparua dengan segera menyambutnya dengan serentetan tembakan. Akibatnya, dengan terpaksa pasukan Beetjes memutar haluan dan membelokkannya ke sebuah tikungan teluk yang terletak di sebelah kiri benteng.

Di tempat ini, lagi –lagi pasukan Beetjes kembali disambut dengan serangan yang semakin gencar saja. Pasukan Beetjes pun menjadi kacau balau. Sebaliknya, rakyat Maluku semakin bersemangat dalam melakukan penyerangan terhadap Belanda.

Pasukan Belanda berusaha untuk mundur, tetapi pasukan Pattimura terus -menerus mengejarnya. Di dalam pertempuran ini, Mayor Beetjes pun akhirnya tewas.

Sebagai pembalasan atas kekalahannya, Belanda lalu segera menempatkan kapal –kapal perangnya di wilayah perairan Saparua. Serangan segera dilancarkan dengan menembakkan meriam ke arah Duurstede yang dilakukan secara terus – menerus.

Pada 2 Agustus 1817 pasukan Belanda berhasil menduduki Benteng Duurstede. Namun, mereka gagal menangkap Pattimura. Oleh karena itu, Belanda segera melancarkan politik adu domba. Belanda mengumumkan kepada khalayak tentang tawaran hadiah sebesar 1.000 gulden.

Hadiah tersebut akan diberikan bagi siapa pun yang dapat menginformasikan keberadaan Pattimura. Ternyata, jeratan yang dibuat Belanda ini betul mengenai sasaran. Raja Boi adalah orang yang memberitahukan tempat prsembunyian Pattimura kepada pihak Belanda.

Setelah mengatahui lokasi persembunyia Pattimura, Belanda dengan segera mengerahkan pasukannya. Ia membawa pasukan besar –besaran demi menangkap Pattimura yang bersembunyi di Bukit Boi.

Pada 16 Desember 1918, Pattimura pun dijatuhi dengan hukuman gantung di Benteng Nieuw Victoria di kota Ambon. Penangkapan Pattimura ini pun menjadi tanda berakhirnya perjuangan rakyat Maluku terhadap Belanda.