Pergeseran Makna Diplomasi

Diplomasi, secara sederhana sering dianggap sebagai alat negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Namun, diplomasi secara luas juga dianggap sebagai elemen penting yang mampu mempengaruhi cara pandang sebuah bangsa dalam memahami interaksinya dengan entitas politik lain di arena internasional. 

Cara pandang terhadap diplomasi ini terus saja mengalami perkembangan, hingga memunculkan perbincangan mengenai the changing nature of diplomacy atau perubahan sifat dasar dari diplomasi.


sumber: ediplomacy.tumblr.com


Secara tradisional, diplomasi dipandang sebagai hubungan antar negara berdaulat dalam rangka implementasi kebijakan luar negeri, terutama dalam hal pembentukan perdamaian dan penyelesaian konflik. Proses pelaksanaan diplomasi secara tradisional juga telah ditetapkan dalam kerangka yang terperinci dan cenderung rigid. 

Dimulai dari pembukaan, manajemen konflik atau permasalahan, informasi dan komunikasi, negosiasi internasional, kewajiban perlindungan, serta kontribusi pada tata tertib internasional. Semua tahapan ini dilakukan dalam kerangka formal kenegaraan.

Cara pandang terhadap diplomasi ini mulai mengalami pergeseran makna sejak tahun 1960an, pada awal perang dingin. Nilai dasar diplomasi bergeser pada sifat formal dan kenegaraannya. Diplomasi secara modern tidak lagi didominasi oleh negara dengan kebijakan luar negerinya. 

Diplomasi dalam pandangan modern juga tidak hanya dilakukan negara beserta perwakilan diplomatnya, melainkan juga merupakan aktivitas yang dilakukan oleh aktor hubungan internasional non-negara/ bukan negara.

Karena aktor pemerannya tidak lagi hanya negara, maka tujuan dari diplomasi sendiri juga berkembang menyesuaikan kepentingan. Para pelaku bisnis internasional misalnya, memanfaatkan diplomasi sebagai sarana pengembangan pasar. 

Sedangkan para kelompok kepentingan memanfaatkannya untuk memperjuangkan kepentingan mereka, seperti lingkungan, kesehatan, sanitasi ataupun pendidikan. Begitu juga organisasi internasional maupun regional memanfaatkan diplomasi sebagai sarana memperbaiki tatanan hubungan dan norma internasional.

Lebih jauh, diplomasi modern menempatkan para pelaku diplomasi bukan negara ini pada posisi penting dalam hubungan internasional. Mereka turut diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan internasional. Mereka juga menjadi rekan bagi negara dalam berdiplomasi. 

Diplomasi modern terus mendorong bertumbuhnya aktor-aktor diplomasi non negara. Peran mereka juga mulai diperhitungkan dalam hubungan internasional. Institusi-institursi internasional bermunculan dan mengambil perannya masing-masing. 
Organisasi tingkat regional, internasional, organisasi non profit, serta perusahaan multinasional memiliki posisi yang kuat dalam berdiplomasi dengan negara serta dapat mempengaruhi kebijakan dalam dan luar negeri suatu negara.

Dalam hal ini, pemerintah mempertinggi hak dan peran individu dalam melakukan diplomasi. Pemerintah negara juga memperluas aspek pembahasan dalam diplomasi diluar perdamaian dan resolusi konflik. Tapi juga meliputi aspek kesehatan, pendidikan, wanita, ketenagakerjaan, dan sebagainya. 

Dengan demikian, diplomasi yang dilakukan negara juga perlu untuk dipublikasikan kepada masyarakat luas. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa aspek diplomasi yang dilakukan melalui diplomasi rahasia. Hal ini terkhusus pada aspek-aspek yang vital yang dianggap penting dan perlu dirahasiakan.

Perkembangan pengertian diplomasi ini tentu memberikan dampak yang luas dalam khasanah ilmu hubungan internasional baik secara teori maupun praktis. Kajian-kajian mengenai diplomasi modern juga terus berkembang. 

Diplomasi modern memunculkan adanya multitrack diplomasi, total diplomasi, hingga paradiplomasi. Dimana berbagai istilah tersebut merupakan bentukan dari diplomasi modern. Perkembangan diplomasi menyesuaikan dengan situasi global. 

Dimana globalisasi membuat dunia terintegrasi dalam berbagai aspek yang kompleks. Tidak hanya negara yang mengambil seluruh peran hubungan internasional, melainkan juga aktor-aktor non negara dari berbagai elemen organsasi, hingga masyarakat secara personal.

Pemerintah Indonesia sendiri juga mengembangkan pengertian diplomasi melalui Undang-Undang Pasal 37, tahun 1999. Didalamnya disebutkan bahwa pelaku hubungan internasional meliputi pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara. 

Konsep ini juga dapat diasumsikan bahwa negara membagikan tugas pokok diplomasinya. Neves, dalam sebuah jurnal terkait paradiplomacy mengungkapkan bahwa globalisasi mendorong pergeseran dari macro-regionalism menjadi bentuk micro-region atau yang disebutnya sebagai paradiplomasi. 

Dimana peran diplomasi oleh pusat kini mulai diambil alih oleh pemerintah daerah dan para aktor lokal daerah yang saling bekerjasama dengan daerah lain dalam ranah hubungan internasional. 

Paradiplomasi dinilai lebih efektif karena memiliki pemahaman yang mendalam terhadap masyarakatnya. Dengan demikian, aktivitas hubungan internasional yang dijalankan difokuskan pada pengembangan daerah, dari berbagai sektor.

Sumber lain:
Neves, Miguel Santos. 2010. Paradiplomacy, Knowledge Regions and the Consolidation of “Soft Power” Vol 1. Portugal: Universidade Autónoma de Lisboa.