Biografi Putra Sang Fajar - Sukarno

Putra Sang Fajar, begitulah Ida Ayu Nyoman Rai menyebutnya putranya, Sukarno. Berlebihan? Tidak juga. Sukarno memanglah sebuah kado dari Sang Fajar yang dikirimkan untuk Indonesia. Kelahirannya bak asteroid yang mengantarkan cahaya bagi Indonesia, yang kala itu tengah terjebak dalam kegelapan imperialisme di bawah jajahan Belanda. 

Nama kecil Sukarno bukanlah Sukarno, melainkan Kusno Sosrodiharjo. Hanya saja, karena terus saja sakit-sakitan, ayahandanya pun Sukemi Sosrodiharjo, mengira bahwa nama Kusno pastilah tidak cocok untuk anaknya. Maka, ketika usia Kusno 11 tahun, di saat-saat penyakit tipes membuat kesehatannya kritis, ayah Kusno pun menghadiahinya nama Sukarno, dengan harapan sang putra dapat menjadi seorang pahlawan yang paling baik. Seperti Adipati Karna yang juga merupakan tokoh pahlawan di epik Mahabharata.

Ketika usia Sukarno 15 tahun, Sukarno dikirimkan pada HOS Cokroaminoto, sahabat ayahnya di Surabaya agar dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Di bawah asuhan HOS Cokroaminoto inilah, pemikiran revolusioner Sukarno muda tumbuh. Pak Cokro begitu gemar menenggelamkannya dalam bacaan hingga membuatnya asyik mempelajari berbagai hal tentang dunia ini. 

Tentang seni, sejarah dunia, sosial, ekonomi juga tentang perpolitikan. Kegemarannya ini membuat wawasan Sukarno semakin luas. Jiwa patriotis dan nasionalisnya juga muncul. Bahkan di usia 15 tahun itu, ia telah memiliki pemikirannya sendiri untuk melepaskan diri dari jajahan Belanda yang dilengkapinya dengan belajar bagaimana untuk berorasi membakar semangat kemerdekaan rakyat.

Pemikirannya itu terlihat ketika ia mengikuti kelas studie-club. Ia dengan tiba-tiba saja memotong pidato sang ketua yang sedang mengutarakan gagasannya untuk menjadikan bahasa Belanda sebagai prioritas. Sukarno dengan lantang melakukan pidato pertamanya, di hadapan guru dan para siswa yang mayoritas adalah warga Belanda, bahwa Indonesia adalah negeri yang jauh lebih besar dari Belanda sehingga sudah seharusnya, Indonesia tidak tunduk pada siapapun, termasuk dalam penggunaan bahasa.

Tidak berhenti sampai disitu, Sukarno terus melaju untuk melakukan pergerakan nasional. Bersama kawan-kawannya yang berpikiran sama, Sukarno membentuk Tri Koro Darmo juga Perserikatan Nasional Indonesia. Ia menulis ratusan artikel yang menampakkan jiwa pemberontakannya terhadap neo-kolonialisme dan imperialisme. 

Berbagai aksinya ini bahkan membuatnya harus merasakan pengapnya sel tahanan hingga berkali-kali. Saat pertama ia dijebloskan ke penjara Banceuy, ia sempat mengutarakan pembelaannya melalui pidato yang berjudul ‘Indonesia Menggugat’ yang begitu fenomenal. 

Isinya yang menegaskan tentang keinginannya untuk memerdekakan bangsanya tanpa tindak kekerasan pun mengundang perhatian para pengamat hukum di Eropa hingga membuat masa tahanannya hanya tinggal 2 tahun. 

Setelah bebas dari penjara, bukannya jera, Sukarno malah semakin bersemangat untuk memperjuangkan kemerdekaan, hingga ia harus merasakan masa pengasingan di Ende Flores dan lalu ke Bengkulu. Tetap saja, hal ini tidak bisa menyurutkan niatnya untuk membuat Indonesia menyandang kemerdekaan. 



Perjuangannya mulai menunjukkan titik terang ketika Belanda angkat kaki dari Indonesia karena diusir oleh Jepang. Sayangnya, Jepang justru muncul menggantikan peran Belanda sebagai penjajah. Sukarno yang awalnya hendak bekerja sama dengan Jepang karena dijanjikan kemerdekaan, justru membuat Sukarno terjebak dalam sebuah catatan kelam perjalanan Romusha. Sukarno, tanpa disadari, menjadi antek Jepang yang ikut menjerumuskan rakyatnya dalam kerja paksa untuk pemerintahan fasis Jepang. Catatan kelam yang membuatnya menyesal karena merasa terlibat dalam menjerumuskan rakyatnya.

Meski sempat gusar, perjuangan kemerdekaan akhirnya menemui titik terang. Jepang menyatakan menyerah pada Sekutu akibat serangan bom atom Amerika Serikat di dua kotanya, yakni Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. 

Ini adalah kesempatan bagi Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaannya. Setelah melalui pergulatan pendapat dengan para pemuda di renglasdengklok tentang tanggal proklamasi kemerdekaan, akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 Sukarno – Hatta mewakili rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Merdeka bukan berarti perjuangan telah berakhir. Rakyat Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari Belanda yang masih belum menerima kemerdekaan tersebut. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan sungguh berat. 

Baca juga: Sejarah Pembentukan BPUPKI

Sukarno pun sempat memindahkan ibukota RI ke Yogyakarta. Bahkan ketika suasana semakin memanas, Sukarno sebagai Presiden RI malah dibuang di Bangka oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Meski demikian, Indonesia akhirnya dapat memperoleh kemerdekaannya secara penuh di tahun 1949. Sukarno pun dapat kembali dari pembuangannya dan memimpin kembali Indonesia.

Garis panjang perjuangan masih terus menghiasi jalan hidup Sukarno. Menata Indonesia menjadi negara yang besar dan disegani seluruh dunia bukanlah pekerjaan mudah. Namun toh, Sukarno berhasil juga. 

Nama Indonesia dan Sukarno mendapat tempat istimewa dalam perbincangan dunia, setidaknya di masa itu. Tentang perjuangannya, kebesarannya, serta perannya dalam membangkitkan semangat kemerdekaan di negara-negara Asia dan Afrika dan melahirkan ide baru tentang gerakan non-blok.

Sungguh Sukarno adalah kado yang begitu besar dari sang Fajar untuk Indonesia. Tidak terbayang bagaimana jadinya Indonesia tanpa Sukarno. Karena sosoknya, memang begitu spesial. Bahkan hingga sekarang, sosok serupa Sukarno masih belum muncul lagi di bumi Indonesia. 

Terlepas dari semua kelemahannya, Sukarno telah memberikan begitu banyak hal bagi Indonesia. Tidak hanya Indonesia, banyak negara lain di luar sana yang juga merasakan berkah dari kelahiran Putra Sang Fajar.

Tapi sungguh malang nasib Putra Sang Fajar. Ia terjebak dalam kenikmatan memimpin Indonesia hingga menobatkan dirinya sendiri sebagai Presiden seumur hidup, yang lalu, memunculkan kedengkian dari pihak lain. 

Terlebih, kedekatan Sukarno dengan Partai Komunis Indonesia dan negara-negara komunis lain seperti Cina dan Rusia membuat Amerika Serikat geram. Konspirasi pun dijalankan untuk menggulingkan Sukarno. G30S/ PKI menjadi momentum kejatuhan bagi Putera Sang Fajar. 

Hingga pada 1965, Sukarno terpaksa menyerahkan kekuasaannya pada Suharto karena pidato pertanggungjawabannya yang berjudul Nawaksara ditolak MPR. Selanjutnya, inilah saat bagi putera sang fajar untuk tenggelam. Sukarno melakoni sisa-sisa hidupnya di pengasingan. Jauh dari keluarga dan sahabatnya. Hingga sang Fajar pun kembali menjemputnya ke surga pada 21 Juni 1970.