Mengenal Dampak Pemanasan Global

Ozon adalah salah satu zat penting yang melindungi bumi dari berbagai efek negatif yang datang dari luar bumi, terutama sinar matahari. Apabila ozon rusak, maka sinar ultra violet yang masuk ke bumi pun tidak dapat disaring. Sinar yang tak tersaring ini kemudian akan turun ke bumi dan dapat merusak kulit manusia. 

Penipisan lapisan ozon juga menyebabkan peningkatan infeksi akibat menurunnya kekebalan tubuh, penyakit katarak pada mata dan masalah kerusakan lingkungan, mulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistim akuatik di laut sampai menurunnya produktivitas tanaman. 

Selain mengakibatkan berbagai penyakit tersebut, ozon yang rusak juga mengakibatkan suhu bumi menjadi naik, dan terjadi pemanasan global. Perubahan iklim akan terjadi secara mendadak dan sering tidak dapat dimonitor sebelumnya. 

Akibatnya, tingkat fisiologis kita tidak dapat melakukan adaptasi, vegetasi tundra akan hilang, hutan akan berkurang serta padang rumput dan gurun akan bertambah luas. 

Belum lagi, laju penguapan air akan terus meningkat. Oleh karena itu lengas tanah pun akan turun. Evaporasi terus meningkat sehingga air tanah semakin lama akan semakin kering. 

Berdasarkan teori, pada setiap kenaikan 30 C pada permukaan bumi, hal ini mengakibatkan tumbuh-tumbuhan dan hewan harus beremigrasi ke daerah lain. 

Pergeseran tersebut adalah 250 km ke arah kutub yang lebih dingin atau naik 500 m ke arah puncak gunung agar bisa mendapat suhu yang sama dengan sebelumnya. 

Hanya saja, tidak setiap hewan atau tumbuhan mempunyai kemampuan emigrasi seperti ini. Artinya, bagi hewan dan tumbuhan yang tidak dapat ber-emigrasi, sejumlah species ini pun akan terancam musnah. Berikut ini akan dijelaskan lagi secara lebih detail mengenai dampak pemanasan global bagi bumi dan seisinya,

Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan mengalami pemanasan yang lebih dari pada daerah-daerah lain di Bumi. 

Akibat pemanasan berlebih ini, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Es yang terapung di perairan Utara tersebut pun juga akan menjadi lebih sedikit. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. 

Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang tertutup salju juga akan semakin sedikit dan juga lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area, dan temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung meningkat.

Di daerah hangat, kondisinya akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Meski demikian, para ilmuan masih belum yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. 

Ini dikarenakan uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga dapat memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar.

Kondisi ini artinya dapat menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Hal ini dilihat dari peningkatan curah hujan di seluruh dunia yang telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir. 

Namun, badai juga akan menjadi lebih sering serta air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya, beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. 

Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.


Peningkatan permukaan laut

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat. Akibatnya, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan global juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama di sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. 

Hal ini pun telah terlihat dari tinggi muka laut di seluruh dunia yang telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20. Para ilmuan IPCC memprediksi bahwa peningkatan lebih lanjut akan terjadi sebanyak 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut ini otomatias akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Pada kenaikan 100 cm (40 inchi), maka dapat menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau lain. 

Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir juga akan meningkat. Selanjutnya, ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, maka banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Bahkan, sedikit kenaikan tinggi muka laut ini juga akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. 

Untuk kenaikan 50 cm (20 inchi) saja, akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini dapat menutupi sebagian besar dari Florida Everglades

Baca juga: Kerusakan Lingkungan Akibat Proses Alam

Suhu global cenderung meningkat

Suhu global yang semakin meningkat ini dikatakan dapat memberikan efek negatif tapi juga positif. Sebagai contoh, bagian Selatan Kanada, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. 

Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering yang ada di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh lagi. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh pun juga dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin.

Kumpulan salju yang sebetulnya dapat berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan pun akhirnya juga akan mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang akan sangat kesulitan untuk menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai oleh manusia. Di dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. 

Sementara tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya untuk mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan oleh manusia akan menghalangi perpindahan ini. 

Spesies-spesies yang seharusnya bermigrasi ke utara atau selatan akan terhalangi oleh kota-kota, selanjutnya lahan-lahan pertanian juga mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub ini mungkin juga terancam musnah.

Dampak sosial dan politik

Perubahan cuaca dan lautan akan mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) bahkan sampai kematian. Temperatur yang panas juga bisa menyebabkan gagal panen sehingga dapat mengakibatkan kelaparan dan malnutrisi. 

Adanya perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara ini pun dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam seperti banjir, badai dan kebakaran, serta juga kematian akibat trauma. 

Pada akhirnya, timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian. Di tempat-tempat seperti inilah sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, penyakit kulit, trauma psikologis, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem

Pemanasan global pun dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) dan juga penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Contoh yang dapat dilihat misalnya seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru bagi nyamuk ini untuk berkembang biak. 

Dengan adamya perubahan iklim, maka akan ada beberapa spesies vektor penyakit seperti Aedes Agipty, serta berbagai virus, bakteri, dan plasmodium yang menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adalah organisme tersebut. 

Karenanya, dapat diprediksi bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah lantaran perubahan ekosistem yang ekstrem ini. Hal ini juga dapat berdampak perubahan iklim (Climate change) yang mengakibatkan peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu).

Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai pun juga berkontribusi besar terhadap waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah lagi dengan hadirnya polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik dan kendaraan bermotor yang tidak terkontrol, maka kontribusi terhadap penyakit akan semakin besar, Terutama, pada penyakit saluran pernafasan seperti asma, coccidiodomycosis, penyakit jantung, alergi, dan paru kronis, dan lain-lain.